Kamis, 01 Juli 2010

Perbedaan Metode Pembelajaran Konvensional dan Metode Pembelajaran Hypnoteaching

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Guruan sekarang ini sangatlah membutuhkan perhatian khusus agar tetap dapt berjalan sesuai dengan tujuan yang diingikan bersama. Metode pembelajaran yang digunakan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi guruan. Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Dengan demikian dapat dihasilkan output yang berkualitas.
Selama ini banyak guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam proses mengajar. Secara umum yang dimaksud dengan metode pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran dengan cara ceramah dimana peran guru di sini aktif dan peserta didik cenderung pasif. Ada sebuah pendapat yang menyatakan bahwa metode tersebut sudah tidak layak digunakan, hingga kini muncul metode pembelajaran baru. Metode yang dimaksud yaitu metode pembelajaran hypnoteaching. Metode pembelajaran yang penyampaian materinya menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar. Metode yang mampu memunculkan ketertarikan tersendiri pada setiap peserta didik. Untuk itu kita harus mampu membandingkan kedua metode tersebut. Dengan begitu kita dapat menentukan metode mana yang tepat digunakan dalam proses pembelajaran sekarang ini.

B. Rumusan masalah
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai metode pembelajaran konvensional dan pembelajaran hypnoteaching. Hal-hal yang akan dibahas antara lain :
1. Apa yang disebut dengan metode pembelajaran konvensional dan pembelajaran hypnoteaching?
2. Bagaimana perbandingan antara metode pembelajaran konvensional dengan pembelajaran hypnoteaching?
C. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk membahas metode pembelajaran konvensional dengan pembelajaran hypnoteaching. Dengan demikian kita dapat membandingkan antara keduanya.

BAB I
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran konvensional
A. 1. Pengertian
Ada beberapa pandangan yang berbeda mengenai pengertian pembelajaran konvensional. Berikut ini beberapa pengertian pembelajaran konvensional menurut para ahli :
1. Roestiyah N.K. (1998)
Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah Guruan ialah cara mengajar dengan ceramah.
2. Djamarah (1996)
metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran.
3. Freire (1999)
Istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan guruan ber-“gaya bank” (banking concept of education). Penyelenggaraan guruan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.
4. Burrowes (2003)
Menurut Burrowes pembelajaran konvensional lebih menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.
A. 2. Karakteristik Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional sudah lama digunakan oleh generasi sebelumnya sehingga sering disebut dengan pembelajaran yang tradisional. Adapun pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. pembelajaran berpusat pada guru
2. terjadi passive learning
3. interaksi di antara siswa kurang
4. tidak ada kelompok-kelompok kooperatif
5. penilaian bersifat sporadis
6. lebih mengutamakan hafalan
7. sumber belajar banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku
8. mengutamakan hasil daripada proses.
A. 3. Pelaksanaan Metode Pembelajaran Konvensional
Menurut Brooks & Brooks (1993), pelaksanaan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Subiyanto (1988) menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-ciri sebapembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam perkataan lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yag ada dalam kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi, pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities).
Berdasarkan definisi atau ciri-ciri tersebut, penyelenggaraan pembelajaran konvensional merupakan sebuah praktik yang mekanistik dan diredusir menjadi pemberian informasi. Dalam kondisi ini, guru memainkan peran yang sangat penting karena mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar (pebelajar). Dengan kata lain, penyelenggaraan pembelajaran dianggap sebagai model transmisi pengetahuan (Tishman, et al., 1993). Dalam model ini, peran guru adalah menyiapkan dan mentransmisi pengetahuan atau informasi kepada siswa. Sedangkan peran para siswa adalah menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang sesuai dengan informasi yang diberikan.
Pembelajaran yang didasarkan pada asumsi-asumsi menurut model transmisi memandang bahwa pengetahuan terdiri dari potongan-potongan fakta (O’Malley & Pierce, 1996). Siswa mempelajari pengetahuan atau keterampilan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Diasumsikan bahwa penguasaan terhadap pengetahuan atau keterampilan yang kompleks dapat dicapai secara langsung apabila siswa sebelumnya telah mempelajari bagian-bagian pengetahuan tersebut (Oliver & Hannafin, 2001). Dalam kondisi ini para siswa harus secara cepat dan seksama melalui aktivitas-aktivitas mendengarkan, membaca, dan mencatat untuk memperoleh informasi. Terkadang para siswa perlu juga melakukan aktivitas laboratorium dan/atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan informasi tersebut. Di sisi lain, guru berperan memproses pengetahuan dan/atau keterampilan yang diperlukan para siswa. Terhadap pemrosesan pengetahuan atau keterampilan tersebut, guru terkadang perlu menambahkan penguatan berupa gambar, simbol, tabel, atau jenis yang lain sebagai sumber belajar. Sumber belajar tersebut sebagian besar sifatnya tekstual (bukan kontekstual).
Sumber belajar dalam pendekatan pembelajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku dan penjelasan guru atau ahli. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun secara sistematis mengikuti urutan dari komponen-komponen yang kecil ke keseluruhan (Herman, et al., 1992; Oliver & Hannafin, 2001) dan biasanya bersifat deduktif. Oleh sebab itu, pembelajaran diartikulasikan menjadi tujuan-tujuan berupa prilaku yang diskrit. Apa yang terjadi selama proses belajar dan pembelajaran jauh dari upaya-upaya untuk terjadinya pemahaman. Siswa dituntut untuk menunjukkan kemampuan menghafal dan menguasai potongan-potongan informasi sebagai prasyarat untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Artinya bahwa siswa yang telah mempelajari pengetahuan dasar tertentu, maka siswa diharapakan akan dapat menggabungkan sub-sub pengetahuan tersebut untuk menampilkan perilaku (hasil) belajar yang lebih kompleks. Berdasarkan pandangan ini, pembelajaran konvensional merupakan aktivitas belajar yang bersifat linier (O’Malley & Pierce, 1996) dan deterministik (Burton, et al., 1996).
Pembelajaran yang bersifat linier didesain dengan kerangka kerja berupa serangkaian aktivitas belajar dalam suatu tata urutan yang sistematis dan hasil belajar (berupa perilaku) yang dapat ditentukan secara pasti (deterministik) serta teramati. Beberapa prinsip yang melatar belakangi desain pembelajaran linier adalah:
1. mengidentifikasi dan merumuskan tujuan pembelajaran
2. hasil belajar yang diharapkan harus terukur serta sesuai dengan standar validitas dan reliabilitas
3. desain berorientasi pada perubahan tingkah laku pebelajar.
Proses pembelajaran dengan metode konvensional ini lebih jauh akan berimplikasi pada terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang diajarkan kepada mereka.
B. Pembelajaran Hypnoteaching
B.1. Pengertian
Hypnoteaching, yaitu metode pengajaran interaktif yang memancing rasa ingin tahu anak sehingga meningkatkan minat anak−anak untuk belajar. Hipnosis didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran saat fungsi analitis logis pikiran direduksi sehingga memungkinkan individu masuk ke dalam kondisi bawah sadar (sub-conscious/unconcious), sehingga tersimpan beragam potensi internal yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup.
Hypnoteaching yaitu menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar. Sehingga perhatian siswa akan tersedot secara penuh pada materi Anda. “Hypnoteaching menekankan pada komunikasi alam bawah sadar sang murid, baik yang dilakukan dalam kelas maupun luar kelas. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sugesti dan imajinasi,”
B.2. Pelaksanaan Metode Pembelajaran Hypnoteaching
Hipnosis memiliki kekuatan tersendiri yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memengaruhi orang lain demi keuntungan positif dan negatif. Guru perlu belajar untuk menggunakan hipnosis untuk pembelajarannya. Berkaitan dengan pembelajaran, hypnotherapy dapat aplikasikan untuk meningkatkan daya ingat, kreativitas, fokus, merubuhkan tembok batasan mental (self limiting mental block) dan lainnya. Hal ini tentunya sangat penting dalam proses pembelajaran guna mencapai prestasi optimal. Mengajar dengan Metode Hipnotis adalah sebuah metode mutakhir yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar formal maupun nonformal, metode ini masih dalam eksperimen dan banyak kemungkinan untuk dikembangkan sesuai dengan situasi, kondisi, dan karakteristik material pembelajaran di dunia guruan.


Metode hipnosis dapat digunakan oleh guru dengan prinsip agar pembelajaran mencapai tujuan. Langkah yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan siswa.
2. Merencanakan pembelajaran dengan mengaitkan media hipnosis seperti suara, gambar, tulisan, gerak, dan simbol-simbol.
3. Memulai mengajar dengan tetap pada rencana yang dibuat dengan melakukan induksi (cara untuk masuk ke dalam keadaan fokus).
4. Melakukan afirmasi (menyatakan sesuatu yang positif tentang diri sendiri) sebagai bahan untuk memunculkan gagasan dari anak.
5. Melakukan visualisasi sebagai sarana agar siswa dapat memproduksi gagasan sebanyak-banyaknya berkaitan dengan topik pembejaran hari itu.
6. Melakukan evaluasi.
7. Sebelum pembelajaran berakhir, melakukan refleksi tentang yang dialami siswa.
Selain yang telah disebutkan di atas, berikut ini ada pendapat lain mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan agar dapat menggunakan metode pembelajaran hypnoteaching, diantaranya sebagai berikut :
1. Niat dan motivasi dalam diri Anda.
Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk bersusah payah dan bekerja cerdas untuk mencapai kesuksesan tersebut. Niat yang besar akan memunculkan motivasi yang tinggi.
2. Pancing.
Secara alami dan naluriah, setiap orang pasti akan merasa nyaman dan senang untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengannya. Kesamaan-kesamaan diantara beberapa orang, akan memancarkan gelombang otak yang sama. Sehingga orang-orang dalam golongan itu akan merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak ini, maka setiap pesan yang disampaikan dari orang satu pada orang-orang yang lain akan dapat diterima dan dipahami dengan sangat baik.

Cara-cara melakukan pacing pada siswa Anda :
• Menyamakan kedudukan dengan siswa, siswa dianggap sebagai teman. Bukan sebagai bawahan. Agar siswapun dapat merasa nyaman.
• Menggunakan bahasa-bahasa yang sering digunakan para siswa, kalau perlu menggunakan bahasa gaul.
• Melakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang sesuai dengan tema bahasan.
• menyangkutkan tema pelajaran dengan tema-tema yang sedang trend di kalangan siswa-siswa para siswa.
• Selalu update pengetahuan tentang tema, bahasa hingga gossip terbaru yang sedang trend di kalangan siswa.
3. Leading.
Setelah melakukan pacing, maka siswa akan merasa nyaman dengan guru. Pada saat itulah hampir setiap apapun yang guru ucapkan atau tugaskan pada siswa, maka siswa akan melakukannya dengan suka rela dan bahagia.
4. Gunakan kata positif.
Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar yang tidak mau menerima kata negative.
5. Berikan pujian.
Pujian merupakan reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Sekecil apapun bentuk prestasinya, guru hendaknya tetap memberikan pujian.Termasuk ketika siswa berhasil melakukan perubahan positif pada dirinya sendiri, meski mungkin masih berada di bawah standart teman-temannya. Dengan pujian, seseorang akan terdorong untuk melakukan yang lebih dari sebelumnya.
6. Modeling.
Modeling adalah proses memberi tauladan melalui ucapan dan perilaku yang konsisten. Hal ini sangat perlu dan menjadi salah satu kunci hypnoteaching. Setelah siswa menjadi nyaman dengan guru, kemudian dapat diarahkan sesuai yang guru inginkan, dengan modal kalimat-kalimat positif.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang guru dituntut untuk dapat menguasai berbagai model-model pembelajaran. Beliau harus mampu menentukan metode mana yang tepat untuk digunakannya dalam proses pembelajaran. Sehingga peserta didik dapat merasa nyaman dalam mengikuti proses belajar. Dengan demikian akan dapat menghasilkan output yang berprestasi dan berkualitas tinggi.
Salah satu metode yang sampai saat ini masih banyak digunakan olae guru dalam mengajar yaitu metode pembelajaran konvensional. Metode yang dalam penyampaian materinya dengan cara ceramah. Sehingga guru lebih bersifat aktif, sedangkan peserta didik hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Daya serap materinya pun tidak bertahan lama, karena hanya mengandalkan aspek pendengaran (audio). Metode lain yang sedang marak saat ini yaitu metode pembelajaran hypnoteaching. Metode dimana penyampaian materi menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar. Metode yang mampu memunculkan ketertarikan tersendiri pada setiap peserta didik. Setelah peserta didik terfokus hanya pada guru, maka dengan mudah seorang guru itu merasuki pikiran peserta didik untuk menyampaikan meteri-materi pembelajaran. Tetapi untuk dapat melakukan metode hypnoteaching seorang guru harus mengikuti langkah-langkah yang telah disarankan.
Dari penjelasan di atas dapat kita katakan bahwa hipnoterapi ternyata bisa memberikan efek positif pada diri kita. Melalui hipnoterapi, seseorang bisa mensugesti dirinya untuk lebih bersemangat menjalani hidup ini guna meraih apa yang diinginkan,




DAFTAR PUSTAKA

http://xpresiriau.com
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHacea/7c4d72ac.dir/doc.pdf
http://www.kompasiana.com
http://mediasugesti.blogspot.com/2008/11/hypnoteaching-2.html

1 komentar: