Jumat, 19 April 2013

KOMIK SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN



Merupakan tugas guru untuk menyediakan suasana yang menyenangkan selama proses belajar. Guru harus mencari cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan mengkesampingkan ancaman selama proses pembelajaran. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan adalah dengan menggunakan komik sebagai media pembelajaran. Mengapa komik? Karena anak – anak, sebagaimana orang dewasa juga, menyukai komik. Oleh karena itu, jika media yang menyenangkan ini dipakai dalam proses pembelajaran, ia akan membawa suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran. Jika siswa mendapati suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran, mereka akan terlibat total dalam proses pembelajaran itu. Keterlibatan secara total ini penting untuk melahirkan hasil akhir yang sukses.
Musik dan film telah umum digunakan dalam proses belajar. Tapi komik belum. Meskipun komik disukai banyak orang, ratusan orang lainnya percaya bahwa komik tidak bagus untuk anak – anak. Kebanyakan komik, memang, berisi berbagai hal negatif yang membuat orang tua khawatir jika anak-anak mereka akan menirunya . Tapi sebenarnya, komik telah lama digunakan sebagai media pembelajaran. Robert Thorndike bekerja sama dengan DC Comics dan Harold Downes menciptakan buku latihan bahasa yang menggunakan gambar – gambar Superman (Sones, 1944). Para pendidik di Amerika juga menciptakan komik yang mendukung kurikulum pendidikan. Tapi itu tidak berlangsung lama. Orang-orang mulai percaya bahwa komik telah berperan dalam menciptakan kenakalan remaja. Yang lain percaya bahwa komik menghalangi minat baca, imajinasi, dan menyebabkan iritasi mata (Dorrell, Curtis, & Rampal, 1995). Komik juga dituduh sebagai musuh dari membaca serius (Dorrell, Curtis, & Rampal, 1995). Karena asumsi – asumsi negatif ini, komik tidak lagi ditemukan di ruang pembelajaran. Kondisi ini berlanjut sampai 1970an. Berikut ini adalah tokoh yang membawa komik ke ruang kelas lagi; Richard W. Campbell mengintegrasikan komik kedalam program membaca (Koenke, 1981); Robert Schoof menganggap komik berguna untuk pembelajaran bahasa, khususnya dalam mengajarkan dialek dan karakterisasi (Koenke, 1981); Dalam jurnal perdagangan, pendidik Kay Haugaard (1973) dan Constance Alongi (1974) merekomendasikan komik bagi siswa yang tidak suka membaca; dan Bruce Brocka (1979) menganjurkan komik sebagai benteng pertahanan terhadap alat yang mengancam budaya membaca; Televisi. Beberapa tahun kemudian, komik akhirnya mendapat tempat di dunia pendidikan. Neil William mengganti buku ESLnya yang masih tradisional dengan komik Calvin and Hobbes untuk mengajar di American Language Institute of New York University (1995). Dan banyak pustakawan yang percaya bahwa komik dapat mengalihkan perhatian pelajar dari televisi dan video games (Bacon, 2002). Menurut Gene Yang (2003) komik memiliki lima kelebihan jika dipakai dalam pembelajaran. Kelebihan itu adalah:

1. Memotivasi
Hutchinson (1949) menemukan bahwa 74% guru yang disurvei menganggap bahwa komik "membantu memotivasi" (hl. 244), sedangkan 79% mengatakan komik "meningkatkan partisipasi individu" (hl. 244). Satu guru bahkan mengatakan bahwa komik membuat pembelajaran menjadi "pembelajaran yang sangat mudah" (Hutchinson, 1949, hl. 244). DC Comics, Thorndike, dan Downes juga menemukan bahwa komik juga mampu memotivasi siswa ketika mereka memperkenalkan buku latihan bahasa Superman ke kelasnya. Mereka menemukan bahwa siswa memiliki “ketertarikan yang tak biasa” dan, sebagaimana ditulis’ “mampu membuat siswa menyelesaikan tugas yang seharusnya diselesaikan dalam satu minggu menjadi satu hari saja” (Sones, 1944, hl. 233). Hasil eksperimen di atas menunjukkan kepada kita bahwa komik benar – benar mampu memotivasi siswa selama proses belajar mengajar.

2. Visual
Komik terdiri dari gambar – gambar yang merupakan media visual. Adalah Sones’ (1944) yang berkesimpulan bahwa kualitas gambar komik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran: Sones membagi empat ratus siswa kelas enam sampai kelas Sembilan kedalam dua kelompok. Masing – masing kelompok seimbang dalam pembagian kelas dan kecakapannya. Kelompok pertama disuguhi pembelajaran cerita dengan menggunakan komik dan yang kedua hanya menggunakan teks saja. Setelah itu, mereka dites untuk mengetahui isi dari pembelajaran cerita itu. Setelah seminggu, prosesnya diubah, kelompok pertama disuguhi teks saja sedang yang kedua diberikan komik. Kemudian kedua grup dites lagi. Akhirnya, Sones (1944) berkesimpulan bahwa "pengaruh gambar terlihat dalam hasil tes" (hl. 238). Tes pertama menunujukkan bahwa kelompok pertama mendapatkan nilai jauh lebih tinggi daripada kelompok kedua. Di tes kedua kelompok kedua mendapatkan nilai jauh lebih tinggi daripada kelompok pertama.

3. Permanen
Menggunakan komik sebagai media pembelajaran jauh berbeda dengan menggunakan film atau animasi. Meskipun film dan animasi juga merupakan media visual, mereka hanya dapat dilihat tanpa bisa mengulanginya sekehendak kita. Komik, berbeda dengannya, merupakan media yang permanen. Sederhananya, jika siswa tidak memahami suatu adegan film atau animasi, mereka tidak bisa mengulanginya. Tapi dengan komik, mereka bisa mengulangi sesuka hati mereka. 

4. Perantara
Karl Koenke (1981) mengatakan bahwa komik bisa mengarahkan siswa untuk disiplin membaca khususnya mereka yang tidak suka membaca atau yang memiliki kekhawatiran akan kesalahan. Komik bisa menjadi jembatan untuk membaca buku yang lebih serius. Haugaard (1973) mengatakan bahwa komik bisa mengubah siswanya yang tidak suka membaca menjadi siswa penyuka Jules Verne and Ray Bradbury.

5. Populer
Kita bisa mengatakan bahwa siswa kita saat ini berada dalam budaya populer. Timothy Morrison, Gregory Bryan, and George Chilcoat (2002) mengatakan bahwa dengan memasukkan budaya populer kedalam kurikulum bisa menjembatani kesenjangan perasaan siswa ketika di dalam dan luar sekolah. Komik adalah bagian dari budaya populer. Kita tahu bahwa Spiderman and Batman adalah film yang diambil dari komik. Ini akan berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Lalu, secara teknis bagaimana memanfaatkan komik dalam pembelajaran bahasa Inggris? Dialog-dialog yang terdapat dalam gelembung bicara tokoh – tokoh komik bisa digunakan untuk membantu siswa mengeksplorasi suatu tata bahasa Inggris, ini salah satu misal saja. Dengan kelebihan – kelebihan komik, seperti yang disebutkan di atas, pembelajaran diharapkan lebih efektif sekaligus efisien. Untuk lebih menariknya, ada baiknya jika guru menggunakan komik yang terkenal dan berbahasa Inggris. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak setiap komik, meskipun berbahasa Inggris, bisa digunakan untuk media pembelajaran bahasa Inggris. Pilihlah komik yang menggunakan kalimat - kalimat sederhana dalam dialognya. Menurut penulis, komik Tin Tin dan Garfield bisa memenuhi kriteria ini.
Jadi salah satu kelebihan dari komik seperti penelitiaan yang dilakukan Thorndike, mengetahui bahwa anak yang membaca komik lebih banyak misalnya dalam sebulan minimal satu buah buku komik maka sama dengan membaca buku-buku pelajaran dalam setiap tahunnya, hal ini berdampak pada kemampuan membaca siswa dan penguasaan kosa kata yang lebih banyak. Kelebihan komik yang lainnya adalah penyajiaanya mengandung unsure visual dan cerita yang kuat. Ekspresi yang divisualisasikan membuat pembaca terlibat secara emosional sehingga membuat pembaca untuk terus membacanya hingga selesai.Hal inilah yang juga menginspirasi komik yang isinya materi-materi pelajaran. Kecenderungan yang ada siswa tidak begitu menyukai buku-buku teks apalagi yang tidak disertai gambar dan ilustrasi yang menarik. Kemudian untuk kekurangannya, kemudahan orang membaca komik membuat malas membaca sehingga menyebabkan penolakan-penolakan atas buku-buku yang tidak bergambar. Guru harus menggunakan motivasi potensial dari buku-buku komik, tetapi jangan berhentihanya sampai disitu saja, apabila minat baca telah dibangkitkan cerita bergambar harus dilengkapi oleh materi bacaan film, gambar, tetap model (foto), percobaan serta barbagai kegiatan yang kreatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar